Pavel Durov, pendiri dan CEO aplikasi pesan Telegram, saat ini menghadapi dakwaan awal di Prancis setelah diduga mengizinkan aktivitas kriminal melalui platformnya. Laporan pers yang diterima pada Kamis menyebutkan bahwa pihak berwenang Prancis menuduh Telegram terlibat dalam memfasilitasi materi pelecehan seksual anak, perdagangan narkoba, penipuan, dan pencucian uang.
Menurut Skynews, Telegram diduga tidak kooperatif dalam penyelidikan ini. Namun, perusahaan aplikasi tersebut dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Dalam pernyataan resminya, Telegram menyebut klaim tersebut sebagai “tidak masuk akal” dan menegaskan bahwa kebijakan moderasi mereka sesuai dengan hukum Uni Eropa serta memenuhi standar industri.
Pavel Durov, yang merupakan warga negara Rusia dan telah menjadi warga negara Prancis sejak 2021, ditangkap pada Sabtu (24/8) setelah tiba di bandara Le Bourget dekat Paris dengan jet pribadinya. Hakim Prancis telah melarang Durov meninggalkan negara tersebut sementara penyelidikan berlangsung, meskipun dia tidak dipenjara berkat pembayaran uang jaminan sebesar lima juta euro (sekitar Rp85,8 miliar).
Rusia mengecam penangkapan Durov sebagai langkah bermotif politik, menambah kompleksitas dan kontroversi seputar kasus ini. Otoritas Rusia menilai bahwa tindakan ini mungkin merupakan bagian dari upaya lebih luas untuk menekan individu dan perusahaan yang dianggap sebagai lawan politik.